Kasih adalah pembahasan yang popular saat ini. Dalam
sejarah kita tidak pernah melihat ada hal yang begitu banyak
dibicarakan tapi begitu sedikit tindakannya seperti ini. Kita sering
menggunakan kata itu seenaknya. Seperti, seseorang mungkin berkata dia
mengasihi keluarganya, mobil baru, atau bahkan pizzanya! Jarang sekali
seseorang menyatakan secara spesifik kasih yang seperti apa yang
dimaksudnya. Surat kabar telah dikenal dengan headlinenya “love murders”
atau “love suicides”—suatu konsep yang sangat aneh! Sangat jelas bahwa
kata “kasih” memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Tapi kasih
merupakan konsep yang mendasar dalam kekristenan juga hal yang paling
penting dalam suatu pernikahan yang berhasil. Kita harus mengetahui apa
arti kasih itu.
Dalam bab lalu kita bicara tentang kedewasaan
rohani. Bukan suatu kebetulan kami memilih kasih sebagai subjek
berikutnya, karena kedua hal ini sangat berhubungan. Seperti kedewasaan,
kasih juga merupakan suatu proses daripada keadaaan yang tetap. Orang
tidak “jatuh cinta” mereka juga bertumbuh didalamnya. Kasih yang dewasa
meliputi pertumbuhan dari keadaan menerima banyak dan memberi sedikit
kearah keadaan memberi segalanya dan tidak menuntut balas. Keseluruhan
proses ini merupakan bagian dari kedewasaan.
Seorang bayi harus dikasihi atau mati. Bayi menerima
kasih, tapi tidak membalasnya. Memeluk yang ditafsirkan ibunya sebagai
ekspresi kasih hanyalah usaha intuisi bayi untuk mendapatkan makanan dan
menyenangkan diri. Bayi yang baru lahir hanya mengasihi diri sendiri.
Saat bayi bertumbuh, dia menjadi sadar akan ibunya. Ibunya peduli
terhadapnya, memberi makan, dan menemaninya selama dia bangun. Kesadaran
baru ini melibatkan pertumbuhan dan perkembangan. Ekspresi pertama bayi
terhadap kasih sayang biasanya ditujukan kepada ibunya.
Tidak lama setelah itu bapaknya disadarinya, dan
dunia bayi melebar kepada figure berkuasa ini. Kemudian dia belajar
melihat saudaranya, kemudian teman bermain (biasanya seumur dan satu
jenis). Lalu dia akan satu kelompok dengan temannya, kebanyakan dari
mereka akan mengidolakan beberapa pahlawan yang sejenis dengan mereka.
Kemudian dia masuk kedalam masa remaja, dan teman yang lawan jenis tidak
lagi menjadi musuh tapi menjadi menarik dan memikat. Satu hari dia akan
menyatakan “Saya jatuh cinta.” Apakah itu benar-benar kasih? Apa yang
terjadi? Apa itu kasih?
Seperti yang sudah anda ketahui, Yunani setidaknya
memiliki 3 kata berbeda untuk kasih, masing-masing menggambarkan sisi
berbeda atau tingkatan dari kasih. Karena kita hanya punya satu kata
dalam Inggris, kita akan merasa bingung dalam menerjemahkan kata Yunani
yang digunakan Alkitab kecuali kita belajar perbedaannya.
Kata pertaman, eros, ditemukan dalam literature Yunani sekuler tapi tidak pernah digunakan dalam Alkitab. Eros
merupakan cinta manusia semata. Itu sering menunjuk pada cinta seksual,
seperti dalam Inggrisnya “Erotic”. Pemikiran dasar dalam eros
adalah mendapatkan sesuatu bagi diri anda. Walau itu mungkin melibatkan
perasaan yang tulus kepada seseorang, perasaan itu bercampur dengan
ketertarikan orang itu, kesenangan, dan kepuasan yang bisa diberikan
orang itu pada kita. Eros selain mengandung kasih bagi sesama
juga kasih bagi diri sendiri. Itu berkata “Aku mengasihimu karena kamu
membuat saya bahagia.” Dasarnya adalah karakteristik dari seseorang yang
menyenangkan kita, seperti kecantikan, kebaikan, atau talenta. Jika
karakteristik itu hilang maka tidak akan ada yang tersisa, kasihnya
hilang. Jenis cinta yang seperti ini biasanya mencari apa yang bisa
didapat. Itu mungkin memberi sedikit, tapi motivasinya mendapat sesuatu
sebagai balasan. Jika gagal mendapatkan apa yang diinginkan, bisa
menjadi permusuhan, kepahitan atau kebencian.
Sayangnya, banyak orang muda memilih pasangan hidup atas dasar eros. Keterlibatan emosi didasarkan atas kimia tubuh mencapai puncaknya sangat cepat, dan kekuatan eros
menyebabkannya salah mengartikannya sebagai kasih yang sejati. Pasangan
mungkin saja tidak saling mengenal, tapi mereka berkeras kalau kasih
mereka bisa menjaga mereka. Sayangnya, itu tidak terjadi, karena itu
dari pertamanya bukan kasih sejati. Gelembung romantika pecah saat
pribadi yang “ideal” menjadi kurang ideal—tidak pengertian, tidak
romantis, dan tidak bercukur! Karena masing-masing pasangan tidak
mendapat apa yang diharapkan, keduanya mungkin ingin berhenti, dan
kehancuran pernikahan akan bertambah satu lagi.
Merupakan kegiatan saya menginterview pasangan yang
meminta saya untuk menikahkan mereka, dan kemudian menyediakan konseling
sebelum nikah yang saya anggap tepat. Jika beberapa masalah tidak
terbuka, saya berusaha mengatasinya dengan seluruh kemampuan saya.
Setelah bicara kepada Dave dan Betty saya merasa ragu untuk menikahkan
mereka. Menjadi jelas bahwa keinginan utama Dave dalam pernikahan adalah
memenuhi kepuasa fisik. Betty menutup mata terhadap hal ini karena
keinginannya untuk melarikan diri dari situasi rumah dan karena
tersanjung akan perhatian Dave.
Dalam suatu pertemuan pribadi dengan Betty saya
memperingatkan dia setaktis mungkin terhadap ditundanya dulu pernikahan
ini. Mungkin waktu akan menolong mereka mengerti satu sama lain lebih
baik dan melihat apa yang harus diatasi sebelum tekanan dalam pernikahan
membingungkan mereka. Dan jelas jika Dave mengasihi Betty dia mau
menunggu sedikit lagi. Tapi Betty menjadi marah dan mengatakan pada Dave
sindiran saya. Mereka memutuskan tidak berurusan lagi dengan saya, dan
meminta orang lain untuk menikahi mereka. Saya hilang hubungan dengan
Dave dan Betty setelah itu, tapi saya belajar bahwa 2 tahun kemudian
dengan 2 anak Betty bercerai, bergumul untuk menyelesaikan pendidikannya
bersama dengan menyediakan kebutuhan anaknya. Eros gagal menyokong hubungan mereka.
Sayangnya tidak mudah menghindari kejatuhan seperti ini, karena seluruh budaya kita meyakinkan kita bahwa eros
adalah kasih, dikasihi lebih penting dari mengasihi, dan dikasihi
tergantung dari penampilan. Jadi kita membeli baju bagus, pengeras
rambut, sikat gigi, parfum, dan bantuan lainnya untuk membuat kita lebih
menarik, sehingga seseorang bisa jatuh cinta pada kita dan membuat kita
bahagia. Penekanan berlebihan dari eros sumber dari besarnya jumlah pernikahan yang hancur.
“Playboy philosophy” adalah eros dalam
tindakan. Hal ini berpendapat bahwa seorang wanita merupakan mainan yang
menarik untuk pemuasan dan kesenangan pria, dan pendekatan seksual sama
dengan “bercinta.” Tapi kasih lebih dari seks. Tidak ada hubungan yang
dibangun atas dasar fisik semata bisa bertahan lama, karena keinginan
fisik pasti akan kehilangan daya tariknya. Saat itu terjadi, hubungan
mulai menurun dengan cepat dan kecuali kedekatan jiwa dan roh sudah
terbangun.
Pernikahan yang dibangun hanya atas eros akan
mengalami kesulitan dari awalnya. Pertunangan sebaiknya digunakan untuk
membangun persekutuan jiwa dan roh. Kemudian kesatuan fisik setelah
menikah akan menjadi puncak dari pertumbuhan hubungan daripadan suatu
yang sudah busuk atau basi dalam hubungan. Jika anda membuat kesalahan
mematikan yaitu menikah atas dasar eros semata, tidak ada berita
untuk anda. Kasih bisa bertumbuh. Tapi tidak secara otomatis, itu
bertumbuh jika anda mengusahakannya. Satu-satunya harapan bagi
pernikahan anda adalah pindah ketingkatan kasih yang lebih tinggi.
Philia, merupakan tingkatan kasih yang lebih
tinggi, berhubungan kejiwa daripada tubuh. Itu menyentuh kepribadian
manusia—intelektual, emosi, dan kehendak. Itu melibatkan saling berbagi.
Kata yang paling dekat adalah “persahabatan” Walau kata bendanya hanya
digunakan sekali dalam PB,1
kata kerja “mengasihi, menyukai” dan kata sifat “kasih, perhatian”
sering digunakan. Inilah tingkatan kasih yang dinyatakan Petrus bagi
Kristus saat Tuhan bertanya “Petrus apakah engkau mengasihiKu?” Petrus
menjawab, “Engkau tahu kalau aku mengasihiMu,” atau “Engkau tahu kalau
aku temanmu.”2
Ada sedikit eros dalam philia. Kita
memilih teman karena kesenangan yang bisa kita dapatkan dari mereka. Ada
kualitas pribadi dalam mereka yang kita hargai, kepintaran dan
ketertarikan budaya, dan ekspresi diri yang saling memuaskan. Kita
mendapatkan sesuatu yang dinikmati dari hubungan itu, tapi kita juga mau
memberi bagian kita. Pemberian ini tidak terbebas dari motivasi yang
egois, tapi keegoisan sebagian besar tidak terlihat oleh rasa
kebersamaan. Philia merupakan tingkatan kasih yang lebih tinggi dari eros didalamnya kebahagiaan “kita” terlibat daripada hanya kebahagiaan “saya”..
Cukup banyak pernikahan bahagia dibangun atas philia.
Sebenarnya, baik juga jika suami dan istri adalah teman. Saya mengenal
beberapa suami dan istri yang mengatakan mereka saling mengasihi tapi
bukan teman! Mereka kelihatannya tidak menikmati kebersamaan. Suatu
pernikahan tidak bisa selamat kecuali kasih ditumbuhkan setidaknya
ditingkatan philia. Jika anda orang muda yang sedang merenungkan
pernikahan, anda harus memberi waktu cukup lama untuk menemukan apakah
anda betul-betul mencintai orang yang akan bersatu dengan anda seumur
hidup. Beberapa bulan tidak cukup lama untuk belajar kesalahan dan
kelemahan yang mungkin bisa mengganggu dan membuat anda marah setelah
pernikahan. Anda telah mendengar kalau cinta itu buta, tapi dalam
kenyataannya hanya eros yang buta. Itu menutup mata pada kesalahan, menertawakan kelemahan, dan merasionnalisasi potensi masalah. Philia, sebaliknya, menghadapi semua hal itu dan memutuskan apakah mereka punya kekuatan yang sebaliknya. Jika ada, philia menetapkan untuk hidup sukacita dengan kelemahan dalam kehidupannya setiap hari.
Philia merupakan kasih yang
setengah-setengah—memberi sedikit, menerima sedikut; pembagian yang
setengah-setengah. Suatu pasangan bisa berhasil atas dasar kasih ini
selama masing-masing melakukan bagiannya dan keadaan hidup tetap tenang.
Jika salah satu pasangan gagal memberikan bagiannya, atau jika tekanan
yang tidak biasa terjadi (krisis keuangan, sakit yang parah, ketegangan
dengan mertua, masalah seksual, masalah membesarkan anak, dll.),
persahabatan menderita. Philia tidak tahan tekanannya. Itu akan
menjadi egois dan menuntut, dan persahabatan menjadi konflik.
Satu-satunya harapan untuk penikahan yang berhasil dan memuaskan adalah
bertumbuh dalam tingkatan kasih yang tertinggi.
Tingkatan kasih itu adalah agape. Itu tidak
mencari kesenangan sendiri, tapi senang memberi. Itu tidak dikobarkan
oleh kelayakan atau nilai objek itu, tapi dari nature yang diberikan
Tuhan. Agape tetap mengasihi bahkan saat objeknya tidak membalas,
tidak baik, tidak kasih atau sama sekali tidak bernilai. Itu hanya
menginginkan kebaikan orang yang dikasihi. Kasih itu hidup untuk membuat
yang dikasihinya bahagia, apapun harga yang harus dibayar. Kasih itu
tidak memberi 50 persen dan mengharapkan balasan yang sama. Kasih itu
memberi semuanya dan tidak mengharap balasan!
Hati-hati terhadap tiruan! Seseorang akan mencoba
memberikan kasih seperti ini untuk mendapat balasan yang lebih. Itu
mungkin bisa terjadi, tapi bukan merupakan motif yang sebenarnya dari agape. Seseorang mungkin mencoba memberi agape-palsu kerena mereka menikmati kepuasan ego dipandang murah hati atau menjadikan seseorang tergantung pada mereka. Agape yang benar sama sekali tidak egois.
Anda berkata, “Tapi itu bukan manusia.” Anda benar! Tidak ada manusia dalam dunia bisa menghasilkan agape sejati. Agape diberikan oleh Tuhan saja. Sebenarnya, Tuhan sendiri adalah agape.3 Alkitab dipenuhi dengan gambaran Tuhan yang memberi, berkorban, dan menyediakan kebutuhan pendosa seperti kita.4 Saat kita menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat kita, Tuhan memberikan agapeNya
kedalam diri kita: “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih
Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah
dikaruniakan kepada kita.”5 Kasih Tuhan itu akan dinyatakan melalui pengalaman sehari-hari kita.
Tapi bagaimana kita bisa menunjukan kasih Tuhan?
Kita tahu kalau kita membutuhkan kasih seperti ini dalam rumah jika kita
ingin menjadi orang Kristen yang bahagia, tapi kita kelihatannya tidak
bisa memberikannya. Sebaliknya kita menunjukan kelaparan luar biasa
untuk dikasihi, menuntut apa yang disebut psikolog sebagai kebutuhan
dasar hidup manusia. Kita akan mencoba setiap cara untuk mendapat kasih
yang kita butuhkan, tapi sebagian besar dari usaha kita hanya berbalik
dan makin menjauhkan kita dari mereka yang ingin kita kasihi. Kita
belajar melalui pengalaman yang pahit bahwa kita tidak bisa membuat
seseorang mengasihi kita.
Solusinya ditemukan dalam Firman Tuhan. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.”6
Kasih Tuhan bagi kita membangkitkan kasih dalam hati kita. Apakah hati
anda dipenuhi dengan kepahitan, permusuhan atau perasaan tidak enak?
Tuhan mengasihi anda, disamping keberdosaan anda. Tuhan mengasihi anda!
Renungkan kasihNya, nikmati kasihNya, nyatakan kasihNya, dalami
kasihNya, bersyukur padaNya atas kasihNya. Keagungan semuanya itu
membuat dosamu lebih nyata dan kejam dimatamu, tapi anda akan
mengakuinya, dan dalam kasih Dia akan mengampuni dan membersihkan anda,
dan keagungan pengampunan kasihNya akan mengherankan anda lebih lagi.
Tidak lama kemudian anda akan menyerahkan seluruh diri anda kepadaNya,
membiarkan Dia mengontrol dan memenuhi anda, membiarkan hidupNya nyata
dalam hidup anda. Kemudia kasih sejati, agape, akan mengalir melalui anda kepada mereka disekitar anda, karena buah Roh adalah agape.7 Hasilnya selalu baru, seseorang yang tahu bagaimana mengasihi dalam tingkatan yang tertinggi.
Motivasi kita untuk perubahan tidak bisa untuk
mengubah mereka disekitar kita, tapi itu merupakan dampak dalam beberapa
jangka waktu. Prinsip yang kita temukan dalam Firman Tuhan adalah kasih
menghasilkan kasih. Bagian yang lain mengajarkan kebenaran yang sama.
“apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya!”8 Saat kita menabur kasih kita menuai kasih. “Berilah dan kamu akan diberi!”9
Saat kita memberi kasih kita akan menerima kasih. Kita perlu membuka
hati kita untuk mengasihi Tuhan dan membiarkan Dia menyatakan kasihNya
melalui kita kepada pasangan dalam pernikahan. Dia akan menggunakannya
untuk mengubah pernikahan kita kedalam hubungan yang indah yang sudah
direncanakanNya bagi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar